Islam telah mengatur segala aktiviti manusia dengan amat
sempurna sekali, diantaranya adalah dalam hal pandangan.
Dalam hal ini jelas, Islam telah mewajibkan kepada semua
mukmin laki-laki dan mukmin perempuan untuk menjaga pandangannya dari hal-hal
yang diharamkan oleh Syara’.
Firman. Allah swt yang ertinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; … Katakanlah kepada
wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. …” Al-Nur [24]: 30-31)
Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan: “Ini
adalah perintah dari Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar
menundukkan pandangan mereka dari apa-apa yang diharamkan atas mereka”.[1] Tidak
ada perbezaan dalam hal ini bahawa yang diharamkan untuk dipandang adalah
aurat. Berdasarkan riwayat berikut:-
Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari datuknya berkata:
Wahai Rasulullah saw, terhadap aurat-aurat kami, apa yang boleh kami lakukan
dan apa yang harus kami hindari? Beliau saw berkata:“Jagalah auratmu kecuali
atas isteri dan budak perempuanmu.” Ahmad bin Hanbal)[2]
Dalam riwayat lain juga dikatakan:
Dari ‘Aisyah rah, Rasulullah saw bersabda: “…
sesungguhnya wanita itu, jika sudah mencapai masa haidh, tidak boleh nampak
darinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan dua telapak
tangan. (Abu Dawud dan Al-Baihaqi)[3]
Dengan demikian melihat aurat orang lain secara langsung
adalah haram, kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu, mithalnya kerana rawatan
penyakit, mendapatkan bukti, dan lain-lain, dengan batas-batas yang diharuskan
saja.[4]
Namun jika yang dilihat bukan aurat secara langsung, hanya
gambar aurat dalam rakaman video yang dipaparkan melalui media monitor atau LCD
misalnya, maka untuk boleh mementukan hukumnya, terlebih dahulu harus memahami
hukum asal benda dan fakta benda yang akan dihukumi, serta kaitannya dengan
melihat aurat yang sudah diketahui hukumnya atau hal-hal berkaitannya.
Allah swt berfirman:
“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan
bagimu apa yang ada di bumi …” Al-Hajj [22]: 65)
Berdasarkan ayat di atas (dan ayat-ayat lain yang serupa
dengannya) muncullah satu kaedah dalam ilmu Ushul Fiqh: al-ashl[u] fî
al-asyyâ[i] al-ibâhat[u] hattâ yadulla ad-dalîl[u] ‘alâ tahrîmih[i] (hukum
asal benda adalah mubah, hingga ada dalil yang mengharamkannya).[5]. Layar
monitor dan yang sejenisnya adalah mubah, karena dia termasuk benda dan tidak
ada dalil yang mengharamkannya. maka boleh melihatnya, menyentuhnya,
memilikinya, menjual-belinya dan lain sebagainya. Pertanyaannya: Apakah dengan
demikian berarti melihat aurat itu boleh dengan cara melalui perantaraan media
layar monitor atau sejenisnya dengan alasan bahwa layar monitor adalah benda
yang mubah untuk dilihat?
Memang benar, dalam kes melihat video porno seseorang tidak
menyaksikan aurat secara langsung melainkan melihat benda yang mubah. Namun
tidak boleh dilupakan bahwa setiap benda memiliki apa yang dinamakan
dengan khâshiyyat (sifat-sifat khusus)[6], yang pada layar
monitor adalah kemampuan dalam menampilkan atau memperlihatkan gambar aslinya.
Rakaman suatu objek pemandangan misalnya, boleh dipaparkan pada layar monitor
atau sejenisnya dalam gambar yang sama dengan objek yang dirakam. Sinar
matahari, burung yang terbang, awan yang berjalan dll, sama persis dengan
suasana saat rakaman tersebut diambil. Maka melihat layar monitor dan
sejenisnya yang menampilkan rakaman video tertentu merasa seperti melihat
keadaan sebenarnya saat rakaman tersebut diambil. Sebagaimana pula kaca cermin,
dengan khâshiyyat-nya iaitu kemampuan membalikkan bayangan, jika
diarahkan ke suatu objek tertentu, maka melihat benda berupa cermin tersebut serupa
melihat objek sebenarnya yang dipantulkannya. Hanya saja, pada cermin pantulan
terlihat terbalik sisi kanan dan kirinya dari objek aslinya.
Rasa seperti melihat keadaan sebenarnya juga boleh dibaca
dari ekspresi orang yang melihat video pada layar monitor, misalkan perasaan
marah dan sedih saat melihat rekaman video tentang pembantaian saudaranya di
Palestina, perasaan takjub dan kagum saat melihat rekaman video tentang
kecermatan Allah swt dalam menciptakan alam semesta, atau perasaan bergairah
seksual saat melihat rekaman video tentang adegan porno. Jika memang video
dengan gambar di layar monitor tidak ber-khâshiyyat sebagaimana
disebutkan di atas, kenapa hal itu boleh menimbulkan pengaruh yang berbza-beza
pada orang yang melihatnya?
Dari fakta khâshiyyat benda di atas, maka
melihat adegan porno yang dirakam dan dimunculkan di layar monitor memiliki
keserupaan dengan melihatnya secara langsung, sebagaimana pula melihat adegan
porno dengan perantaraan kaca cermin. Dengan kata lain, benda-benda tersebut boleh
menjadi wasilah dalam menyampaikan pesan berupa gambar aurat yang serupa dengan
aslinya.
Aurat adalah aib, dan mengetahui aib orang lain dengan
sengaja adalah haram, dalam sebuah riwayat dinyatakan:
Dari Mu’awiyah ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: “Sesungguhnya jika engkau mengikuti aib-aib orang lain, maka
aib-aib tersebut akan merusak mereka, atau engkau yang akan merusak mereka.” (THR.
Ibn Hibban)[7]
Kerana nya maka benda-benda tersebut menjadi wasilah bagi
tersampaikannya aib orang lain, atau menjadi wasilah bagi terjadinya keharaman.
Berlakulah atasnya kaedah: al-wasîlah ilâ al-harâm muharramah (hal
yang menyebabkan kepada keharaman adalah haram)[8].
Keharaman diatas tidak bersifat muabbad (selamanya),
melainkan ersifat muaqqat (sementara). Maksudnya, layar
monitor hanya haram dilihat ketika memaparkan adegan porno, jika memapar kan
selain yang diharamkan maka hukumnya sebagaimana awal yaitu mubah (harus).
Ada yang beranggapan bahwa melihat video porno dibolehkan
bagi seseorang yang sudah berkeluarga/beristeri, karena ada tempat pelampiasan
yang halal yaitu pasangannya. Anggapan ini tidak dibenarkan berdasarkan
beberapa alasan:
1. Berfantasi dengan melihat gambar aurat orang lain
hukumnya haram. Terlebih membayang kan aurat orang lain saat menggauli isteri.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “…
maka zinanya kedua mata adalah melihat, zinanya kedua telinga adalah
mendengarkan, zinanya lisan adalah membicarakan, zinanya tangan adalah
menyentuh, zinanya kaki adalah melangkah, sementara hati bernafsu dan
berkhayal, dan kemaluan yang membenarkan atau mendustakan.” (THR.
Muslim)[9]
Pengistilahan Rasulullah saw dengan zina untuk
perbuatan-perbuatan yang bukan zina sebenarnya[10] menandakan keharaman
sekalipun dosanya tidak sebesar dosa zina sebenarnya. Termasuk di dalamnya
adalah khayalan/fantasi porno yang dihasilkan dari melihat, mendengar,
membicarakan, dan menyentuh hal-hal yang berbau porno atau wasilah lain yang
mengantarkan kepadanya. Juga menurut para ulama, berfantasi dengan aurat orang
lain saat menggauli istri adalah haram[11].
Adapun riwayat oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah ra:
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:“Apabila salah seorang di antara
kalian terpesona oleh seorang wanita, dan merasuk di hatinya, maka hendaknya ia
mendatangi istrinya dan menggaulinya, karena yang demikian itu boleh
menghilangkan apa yang terpendam dalam hatinya (tadi)”[12], tidak
dimaksudkan agar si laki-laki menggauli sang isteri sambil membayangkan wanita
yang dilihatnya, karena dipungkasan hadits tersebut dikatakan“karena yang
demikian itu boleh menghilangkan apa yang terpendam dalam hatinya”, atau
diriwayat At-Tirmidzi dikatakan “kerana yang ada pada dirinya (isterinya)
seperti apa yang ada pada diri wanita yang dijumpainya.”[13] menandakan
persetubuhan dengan isetri berfungsi untuk mengalihkan perhatian/fikiran si
laki-laki dari wanita yang dijumpainya agar tidak larut dalam fantasi yang
diharamkan, tentu itu tidak dilakukan dengan membayangkan wanita tersebut saat
berhubungan badan dengan sang isteri.
2. Haramnya menceritakan adegan ranjang suami-isteri kepada
orang lain (baik berupa cerita, tulisan, rakaman suara, atau rakaman video),
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah
seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya,
kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (THR. Muslim)[14]
Maka haram pula mengambil tahu tentangnya. Dengan sengaja
melihat video porno, bererti senghaja mengambil tahu adegan ranjang orang lain
dengan pasangannya. Terlebih jika yang dilihat adalah adegan porno berupa
perzinahan (pemerannya bukan suami-isteri), maka mengambil manfaat darinya
tergolong menyetujui atau ridha terhadap perilaku tersebut.
Kesimpulannya, melihat video porno adalah haram karena kesannya
lebih kuat akan mendatangkan kepada keharaman, yaitu berupa mengetahui aib
orang lain, khayalan mesum, mengetahui persetubuhan orang lain, dimana pasangan
halal suami-istri saja tidak boleh menceritakannya. Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu adalah diantara anak panah
Iblis, maka barang siapa melihat seorang perempuan yang elok mempesona kemudian
dia menundukkan pandangannya berharap ridha Allah swt, niscaya Allah swt
membalasnya dengan kenikmatan dalam beribadah.” (THR.
Ibn An-Najjar)[15]
Wallâhu A’lam wa Ahkam
[1] Ibn Katsir, Tafsîr Al-Qu’ân Al-‘Azhîm, vol
VI, hlm 41
[2] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, vol
V, hlm 4. Syu’aib Al-Arna’uth: sanadnya Hasan
[3] Abu Dawud, Sunan Abu Dâwud, vol XI, hlm
145. Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubrâ, vol II, hlm 226. Hadits
Mursal. Imam Taqyuddin An-Nabhani berkata: Hadits Mursal adalah Hujjah,
bisa digunakan untuk berargumentasi. (Lihat Asy-Syakhshiyyah
Al-Islâmiyyah, vol I, Bab Hadits Mursal)
[4] Lihat An-Nabhani, An-Nizhâm Al-Ijtima’î,
bab An-Nazhr Ilâ Al-Mar’ah (melihat perempuan).
[5] Lihat Imam As-Suyuthi, Al-Asybâh wa An-Nazhâir,
vol I, hlm 60. Juga An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islâmiyyah, vol
III, hlm 18. Bab Lâ hukm qabl wurûd asy-syar’ (tidak ada hukum
sebelum ada ketetapan syara’)
[6] Lihat An-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, hlm
17.
[7] Muhammad Ibn Hibban, Shahîh Ibn Hibbân, vol
XIII, hlm 73. Menurut ‘Alauddin Al-Farisi, isnadnya sahih, rijalnya tsiqat.
[8] Imam Asy-Syaukani mengatakan: “apa-apa
yang secara pasti mengantarkan kepada keharaman, maka dia haram bagi
kami dan bagi mereka, yaitu bagi pengikut Imam Syafi’i dan pengikut Imam Malik
rahimahumallah.” Lihat Irsyâd Al-Fuhûl Ilâ tahqîq Al-Haqq Min
‘Ilm Al-Ushûl, vol II, hlm 196. Imam An-Nabhani menyepakati dengan sedikit
perbedaan, beliau berkata: “Hal-hal yang mengantarkan kepada keharaman
adalah haram jika secara dugaan kuat akan mengantarkan kepada
keharaman. Jika hanya dikhawatirkan maka tidak sampai haram.” Lihat Nizhâm
Al-Islâm, hlm 92. Dalam perkara syari’at,ghalabatuzhzhann (dugaan
kuat) bisa diberlakukan, tidak harus qath’i (pasti)
sebagaimana dalam perkara akidah. Semoga yang dimaksud Imam Asy-Syaukani
adalah ghalabatuzhzhann, karena berupa prediksi terhadap hal yang
belum terjadi.
[9]Shahîh Muslim, hadits nomor 4801.
[10] Zina sebenarnya atau zina dalam arti istilah
adalah: menggauli wanita melalui kemaluannya tanpa disertai kepemilikan
(ikatan pernikahan/hak) dan ketidakjelasan. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam
Lughah Al-Fuqahâ, hlm 280. Keyword: az-zinâ)
[11] Imam Al-‘Iraqi berkata: “Jika seorang laki-laki
menyetubuhi istrinya, sementara dia membayangkan persetubuhan dengan wanita
lain yang diharamkan baginya dan beranggapan seolah-olah dia bersetubuh dengan
wanita tersebut, maka yang demikian itu adalah haram baginya.” (Al-‘Iraqi, Tharh
At-Tatsrîb, vol I, hlm 390)
[12] Lihat Shahîh Muslim, hadits nomor 2492.
[13] Lihat Sunan At-Tirmidzi, vol IV, hlm 384.
Nomor hadits 1078.
[14] Shahîh Muslim, hadits nomor 2597.
[15] ‘Alauddin Al-Burhan Fawri, Kanzu Al-‘Ummâl
fî Sunan Al-Aqwâl wa Al-Af’âl, vol V, hlm 328.
Posted by Farid Ma’ruf pada 23 November 2011