Al-Imam Al-’Allamah Ibnul Qayyim
Al-Jauziyyah rahimahullahu menyebutkan secara panjang lebar kesan negatif
dari dosa. Antaranya ialah :
1. Terhalang dari ilmu yang haq (benar /
lurus). Kerana ilmu merupakan cahaya yang dilemparkan ke dalam hati,
sementara maksiat akan memadamkan cahaya.
Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu belajar dengan
Al-Imam Malik rahimahullahu, Al-Imam Malik berasa kagum dengan kecerdasan dan
kesempurnaan pemahaman Asy-Syafi’i. Al-Imam Malik pun berpesan pada
muridnya ini, “Aku memandang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memasukkan cahaya
ilmu di hatimu. Maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan
maksiat.”
2. Terhalang dari beroleh rezeki dan urusan menjadi
sukar.
Takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendatangkan
rezeki dan memudahkan urusan seorang hamba sebagaimana firman-Nya:
“Siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
bagi orang tersebut jalan keluar (dari permasalahannya) dan memberinya rezeki
dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Ath-Thalaq: 2-3)
“Siapa yang bertakwa kepada Allah nescaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)
Meninggalkan takwa beerrti akan mendatangkan kefakiran
dan membuat si hamba terbelit urusannya.
3. Hati terasa jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merasa asing dengan-Nya, sebagaimana jauhnya pelaku maksiat dari orang-orang baik dan dekatnya dia dengan syaitan.
4. Menggelapkan hati si hamba sebagaimana gelapnya
malam. Kerana ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Bila
kegelapan itu bertambah di dalam hati, akan bertambah pula kebingungan si
hamba. Hingga ia jatuh ke dalam bid’ah, kesesatan, dan perkara yang
membinasakan tanpa ia sadari. Sebagaimana orang buta yang keluar sendirian di
malam yang gelap dengan berjalan kaki.
Bila kegelapan itu semakin pekat akan tampaklah tandanya
di mata si hamba. Terus demikian, hingga tampak di wajahnya yang menghitam yang
terlihat oleh semua orang.
5. Maksiat akan melemahkan hati dan tubuh, kerana
kekuatan seorang mukmin itu bersumber dari hatinya. Semakin kuat hatinya
semakin kuat tubuhnya. Adapun orang fajir/pendosa, sekalipun badannya tampak
kuat, namun sebenarnya ia selemah-lemah manusia.
6. Maksiat akan ‘memperpendek‘ umur dan menghilangkan
keberkatannya, sementara perbuatan baik akan menambah umur dan keberkahannya.
Mengapa demikian? Kerana kehidupan yang hakiki dari seorang hamba diperoleh bila
hatinya hidup. Sementara, orang yang hatinya mati walaupun masih berjalan di
muka bumi, hakikatnya ia telah mati. Oleh kerananya Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyatakan orang kafir adalah mayat dalam keadaan mereka masih berkeliaran di
muka bumi:
“Mereka itu adalah orang-orang mati yang tidak
hidup.” (An-Nahl: 21)
Dengan demikian, kehidupan yang hakiki adalah kehidupan
hati. Sedangkan umur manusia adalah hitungan kehidupannya. Berarti, umurnya
tidak lain adalah waktu-waktu kehidupannya yang dijalani kerana Allah Subhanahu
wa Ta’ala, menghadap kepada-Nya, mencintai-Nya, mengingat-Nya, dan mencari
keridhaan-Nya. Di luar itu, tidaklah terhitung sebagai umurnya.
Bila seorang hamba berpaling dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan menyibukkan diri dengan maksiat, berarti hilanglah hari-hari
kehidupannya yang hakiki. Di mana suatu hari nanti akan jadi penyesalan
baginya:
“Aduhai kiranya dahulu aku mengerjakan amal shalih untuk
hidupku ini.” (Al-Fajr: 24)
7. Satu maksiat akan mengundang maksiat lainnya, sehingga
terasa berat bagi si hamba untuk meninggalkan kemaksiatan. Sebagaimana ucapan
sebagian salaf:
“Termasuk hukuman perbuatan jahat adalah pelakunya akan
jatuh ke dalam kejahatan yang lain. Dan termasuk balasan kebaikan adalah
kebaikan yang lain. Seorang hamba bila berbuat satu kebaikan maka kebaikan yang
lain akan berkata, ‘Lakukan pula aku.’ Bila si hamba melakukan kebaikan yang
kedua tersebut, maka kebaikan ketiga akan berucap yang sama. Demikian
seterusnya. Hingga menjadi berlipatgandalah keuntungannya, kian bertambahlah
kebaikannya.
Demikian pula kejelekan….”
8. Maksiat akan melemahkan hati dan secara perlahan akan
melemahkan keinginan seorang hamba untuk bertaubat dari maksiat, hingga
pada akhirnya keinginan taubat tersebut hilang sama sekali.
9. Orang yang sering berbuat dosa dan maksiat, hatinya
tidak lagi (tidak sensitif/peka) merasakan jeleknya perbuatan dosa.
Malah berbuat dosa telah menjadi kebiasaan. Dia tidak lagi peduli dengan
pandangan manusia dan acuh dengan ucapan mereka. Bahkan ia bangga dengan
maksiat yang dilakukannya.
Bila sudah seperti ini model seorang hamba, ia tidak akan
dimaafkan, sebagaimana berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Setiap umatku akan dimaafkan kesalahan/dosanya kecuali
orang-orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk berbuat dosa
dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu dosa di waktu malam dan
Allah menutup perbuatan jelek yang dilakukannya tersebut namun di pagi harinya
ia berkata pada orang lain, “Wahai Fulan, tadi malam aku telah melakukan
perbuatan ini dan itu.” Padahal ia telah bermalam dalam keadaan Rabbnya
menutupi kejelekan yang diperbuatnya. Namun ia berpagi hari menyingkap sendiri
tutupan (tabir) Allah yang menutupi dirinya.”(HR. Al-Bukhari no. 6069 dan
Muslim no. 7410)
10. Setiap maksiat yang dilakukan di muka bumi ini
merupakan warisan dari umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Perbuatan homoseksual adalah warisan kaum Luth.
Mengambil hak sendiri lebih dari yang semestinya dan memberi hak orang lain
dengan menguranginya, adalah warisan kaum Syu’aib. Berlaku sombong di
muka bumi dan membuat kerusakan adalah warisan dari kaum Fir’aun. Sombong
dan tinggi hati adalah warisan kaum Hud.
11. Maksiat merupakan sebab dihinakannya seorang hamba
oleh Rabbnya.
Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghinakan seorang
hamba maka tak ada seorang pun yang akan memuliakannya.
“Siapa yang dihinakan Allah niscaya tak ada seorang pun
yang akan memuliakannya.” (Al-Hajj: 18)
Walaupun mungkin secara zhahir manusia menghormatinya
kerana kebutuhan mereka terhadapnya atau mereka takut dari kejelekannya, namun
di hati manusia ia dianggap sebagai sesuatu yang paling rendah dan hina.
12. Bila seorang hamba terus menerus berbuat dosa, pada
akhirnya ia akan meremehkan dosa tersebut dan menganggapnya kecil. Ini
merupakan tanda kebinasaan seorang hamba. Kerana bila suatu dosa dianggap kecil
maka akan semakin besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya (no.
6308) menyebutkan ucapan sahabat yang
mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Seorang mukmin memandang dosa-dosanya seakan-akan ia
duduk di bawah sebuah gunung yang ditakutkan akan jatuh menimpanya. Sementara
seorang fajir/pendosa memandang dosa-dosanya seperti seekor lalat yang lewat di
atas hidungnya, ia cukup mengibaskan tangan untuk mengusir lalat tersebut.”
13. Maksiat akan merosakkan akal. Kerana akal memiliki
cahaya, sementara maksiat pasti akan memadamkan cahaya akal. Bila cahayanya
telah padam, akal menjadi lemah dan kurang.
Sebagian salaf berkata: “Tidaklah seseorang bermaksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga hilang akalnya.”
Hal ini jelas sekali, kerana orang yang hadir akalnya
tentunya akan menghalangi dirinya dari berbuat maksiat. Ia sadar sedang berada
dalam pengawasan-Nya, di bawah kekuasaan-Nya, ia berada di bumi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, di bawah langit-Nya dan para malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyaksikan perbuatannya.
14. Bila dosa telah bertimbun, hatipun akan tertutup dan
mati, hingga ia termasuk orang-orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka.”(Al-Muthaffifin: 14)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata menafsirkan ayat
di atas: “Itu adalah dosa di atas dosa (bertumpuk-tumpuk) hingga mati
hatinya.”[3]
15. Bila si pelaku dosa enggan untuk bertaubat dari
dosanya, ia akan terhalang dari mendapatkan doa para malaikat. Kerana
malaikat hanya mendoakan orang-orang yang beriman, yang suka bertaubat, yang
selalu mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat yang
berada di sekelilingnya bertasbih memuji Rabb mereka dan mereka beriman
kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman, seraya
berucap, ‘Wahai Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka
berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Wahai Rabb kami,
masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka
dan orang-orang yang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka,
dan keturunan mereka semuanya. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha memiliki hikmah. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.
Orang-orang yang Engkau pelihara dari pembalasan kejahatan pada hari itu maka
sungguh telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang
besar’.” (Ghafir: 7-9)
Demikian beberapa pengaruh negatif dari perbuatan dosa
dan maksiat yang kami ringkaskan dari kitab Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam
Ibnul Qayyim rahimahullahu hal. 85-99. Semoga dapat menjadi peringatan.
Setiap hari kita tenggelam dalam kenikmatan yang
dilimpahkan oleh Ar-Rahman. Nikmat kesihatan, keamanan, ketenangan, rezeki
berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Belum lagi nikmat iman
bagi ahlul iman. Sungguh, dalam setiap tarikan nafas, ada nikmat yang tak
terhingga. Namun sangat disesali, hanya sedikit dari para hamba yang mau
bersyukur:
“Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang mau
bersyukur.” (Saba’: 13)
Kebanyakan dari mereka mengkufuri nikmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Atau malah mempergunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat dan
berbuat dosa kepada Ar-Rahman. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada
mereka banyak kebaikan namun mereka membalasnya dengan kejelekan.
Demikianlah keadaan manusia, setiap harinya selalu
berbuat dosa. Kita pun tak luput dari berbuat dosa, baik kerana tergelincir
ataupun sengaja memperturutkan hawa nafsu dan bisikan syaitan yang selalu
menggoda. Amat buruklah keadaan kita bila tidak segera bertaubat dari dosa-dosa
yang ada dan menutupinya dengan berbuat kebaikan. Kerana perbuatan dosa itu
memiliki pengaruh yang sangat buruk bagi hati dan tubuh seseorang, di dunianya
ini maupun di akhiratnya kelak.