Ada 2 (dua) pendapat
fuqaha dalam masalah aqiqah setelah dewasa (baligh)
Pertama, pendapat beberapa tabi’in, yaitu ‘Atha`, Al-Hasan Al-Bashri, dan
Ibnu Sirin, juga pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Qaffal asy-Syasyi (mazhab
Syafi’i), dan satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka mengatakan orang yang waktu
kecilnya belum diaqiqahi, disunatkan (mustahab) mengaqiqahi dirinya
setelah dewasa. Dalilnya adalah hadis riwayat Anas RA, bahwa Nabi SAW
mengaqiqahi dirinya sendiri setelah nubuwwah (diangkat sebagai nabi).
(HR Baihaqi; As-Sunan Al-Kubra, 9/300; Mushannaf Abdur Razaq, no
7960; Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Ausath no 1006; Thahawi dalam Musykil
Al-Atsar no 883).
Kedua, pendapat Malikiyah dan riwayat lain dari Imam Ahmad, yang
menyatakan orang yang waktu kecilnya belum diaqiqahi, tidak disunatkan mengaqiqahi
dirinya setelah dewasa. Alasannya aqiqah itu disyariatkan bagi ayah, bukan bagi
anak. Jadi si anak tidak perlu mengaqiqahi dirinya setelah dewasa. Selain itu,
hadis Anas RA yang menjelaskan Nabi SAW mengaqiqahi dirinya sendiri dinilai dhaif
sehingga tidak layak menjadi dalil. (Hisamuddin ‘Afanah, Ahkamul Aqiqah,
hlm. 59; Al-Mufashshal fi Ahkam al-Aqiqah, hlm.137; Maryam Ibrahim
Hindi, Al-’Aqiqah fi Al-Fiqh Al-Islami, hlm. 101; M. Adib Kalkul, Ahkam
al-Udhiyyah wa Al-’Aqiqah wa At-Tadzkiyyah, hlm. 44).
Dari penjelasan di
atas, nampak ada perbezaan pendapat utama, iaitu perbezaan dalam penilaian
terhadap hadis Anas RA. Sebagian ulama melemahkan hadis tersebut, seperti Imam
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Fathul Bari, 12/12), Imam Ibnu Abdil Barr (Al-Istidzkar,
15/376), Imam Dzahabi (Mizan Al-I’tidal, 2/500), Imam Ibnu Al-Qayyim
Al-Jauziyah (Tuhfatul Wadud, hlm. 88), dan Imam Nawawi (Al-Majmu’,
8/432). Imam Nawawi berkata,”Hadis ini hadis batil,” karena menurut beliau di
antara periwayat hadisnya terdapat Abdullah bin Muharrir yang disepakati
kelemahannya. (Al-Majmu’, 8/432).
Namun, Nashiruddin
Al-Albani telah meneliti semula hadis tersebut dan menilainya sebagai hadis
sahih. (As-Silsilah al-Shahihah, no 2726). Menurut Al-Albani, hadis Anas
RA ternyata mempunyai dua isnad (jalur periwayatan). Pertama,
dari Abdullah bin Muharrir, dari Qatadah, dari Anas RA. Jalur inilah yang
dinilai lemah karena ada Abdullah bin Muharrir. Kedua, dari Al-Haitsam
bin Jamil, dari Abdullah bin Al-Mutsanna bin Anas, dari Tsumamah bin Anas, dari
Anas RA. Jalur kedua ini oleh Al-Albani dianggap jalur periwayatan yang baik (isnaduhu
hasan), sejajar dengan penilaian Imam Al-Haitsami dalam Majma’
Az-Zawa`id (4/59).
Berkaitan dengan
penilaian sanad hadis, Imam Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan lemahnya satu
sanad dari suatu hadis, tidak berarti hadis itu lemah secara mutlak. Sebab boleh
jadi hadis itu mempunyai sanad lain, kecuali jika ahli hadis menyatakan hadis
itu tidak diriwayatkan kecuali melalui satu sanad saja. (Taqiyuddin An-Nabhani,
Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, 1/345).
Berdasarkan ini,
kami cenderung pada pendapat pertama, iaitu orang yang waktu kecilnya belum
diaqiqahi, disunatkan mengaqiqahi dirinya sendiri setelah dewasa. Sebab berdasarkan
dalil (hadis Anas RA), merupakan hadis sahih, mengingat ada jalur periwayatan
lain yang sahih. Wallahu a’lam
Yogyakarta, 11 Mei 2009
Muhammad Shiddiq Al-Jawi
No comments:
Post a Comment