Benarkah
Kisah Rasulullah SAW Dan Yahudi Buta?
Marilah kita sama- sama
mengkaji semula beberapa kisah-kisah yang meniti di bibir -bibir umat islam
berkenaan cerita ini.
Pernah dengar
cerita mengenai Rasulullah s.a.w dan pengemis buta? Belum pernah? Kalau belum,
coba baca kisah di bawah ini, berikut komentar saya diakhir cerita. Anda akan
terkejut karena akan menemukan kebenaran yang belum pernah anda dengar. Begini ceritanya.....
[Di sudut
pasar Madinah Al-Munawarah ada seorang pengemis Yahudi Buta, dari hari ke hari
apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan
dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir,
apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Setiap pagi
Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berkata
sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis
itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang
bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau wafat.
Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan
setiap pagi kepada pengemis Yahudi Buta itu.
Suatu hari
Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada
anaknya, “anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”, Aisyah r.ha
menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah,
hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah
saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abu Bakar r.a. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu
pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi
Buta yang berada di sana”, kata Aisyah r.ha.
Keesokan
harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya
kepada pengemis itu.
Abu Bakar r.a
mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abu Bakar
r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “siapakah kamu ?”.
Abu Bakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan !, engkau bukan orang
yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang
kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu
dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku
dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar
r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis
itu, “aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah
seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad
Rasulullah SAW”.
Setelah
mendengar cerita Abu Bakar r.a. pengemis itu terkejut lalu menangis sambil berkata,
“benarkah demikian? selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak
pernah memarahiku sedikitpun, ia malah mendatangiku dengan membawakan makanan
setiap pagi, ia begitu mulia…. ” isaknya. Pengemis Yahudi Buta tersebut
akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.]
ULASAN
Suatu kisah
yang menyentuh hati. Siapa kira-kira pengarangnya? Kenapa bertanya lagi? kan
sudah jelas dari cerita di atas bahwa itu merupakan kisah Rasulullah s.a.w.
Lagi pula banyak ustaz-ustaz yang menceritakan kisah ini. Belum lagi ditambah
dengan majalah-majalah Islam dan blog-blog yang bertebaran di internet. Bahkan
pernah ada seorang non-Muslim yang menyatakan supaya orang Islam meniru sikap
Nabi Muhammad s.a.w. dalam kisah orang buta itu. Katanya ini menunjukkan toleransi
tinggi umat Islam terhadap umat beragama lain.
TAPI …TUNGGU
DULU!!! Kita harus periksa dulu apakah benar kisah ini bersumber dari
Rasulullah s.a.w.? Sepertinya ada sesuatu yang aneh dalam kisah itu. Apanya
yang aneh? Cuba baca kalimat yang berwarna merah ini:
Ketika Abu
Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak,
“siapakah kamu ?”. Abu Bakar r.a menjawab, “aku orang yang
biasa“. “Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si
pengemis buta itu
Apa mungkin
Abu Bakar AS SIDDIQ berbohong dengan tenangnya berkata “aku orang yang biasa”?
Mungkinkah Abu Bakar yg merupakan seorang KIBARU SAHABAH dan digelar AS-SIDDIQ
(yang benar) itu berdusta? Tentu tidak bukan?
Menurut MULTAQA
AHLI HADITH, hadis ini tidak dijumpai di dalam kitab-kitab Matan
Hadith dan takhrij. Matannya juga aneh dan meragukan (Gharib) terutama
pada pernyataan Abu Bakar as-Siddiq yang berdusta. Bagi yang tidak percaya,
tolong kutip kitab hadith mana yang memuat cerita ini.
Kesimpulannya
jangan sebarkan cerita ini tanpa menerangkan kesalahannya. Kalau ada
ustaz-ustaz yang menyebarkan cerita ini, tegur saja sendiri kalau mampu. Kalau
tidak, minta tolong orang yang dituakan. Ingatlah menyebarkan hadis yang tidak
ada sumbernya sama dengan berbohong atas nama Rasulullah s.a.w. dan ini adalah
berdosa.
- Dari Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 8 )
- Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sebagaimana berdusta atas nama orang lain. Maka barangsiapa yang berdusta secara sengaja atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, dan juga Muslim dalam Mukadimah Shahihnya, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 9)
- Dari Abdullah bin az-Zubair radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 8 )
- Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sebagaimana berdusta atas nama orang lain. Maka barangsiapa yang berdusta secara sengaja atas namaku maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari, dan juga Muslim dalam Mukadimah Shahihnya, lihat al-Jam’u Baina ash-Shahihain, hal. 9)
No comments:
Post a Comment