Segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada penutup para rasul, kepada para
keluarga dan sahabat beliau.
Sidang
pembaca yang dimuliakan Allah ta’ala, sungguh fenomena yang teramat menyedihkan
tatkala kita melihat berbagai media cetak lebih mengedepankan kisah-kisah,
hikayat-hikayat yang validitasnya patut dipertanyakan sebagai bahan dakwah ke
masyarakat. Tidak hanya di media massa, di lapangan dakwah pun, ceramah para
da’i sering kita temui lebih sering dipenuhi kisah-kisah dongeng dan digunakan
sebagai dalil, bahkan di satu kesempatan seorang ustadz penceramah selama satu
jam lebih berceramah dengan berdalilkan kisah tanpa sedikitpun menyebut ayat Al
Quran dan hadits nabi!
Sidang
pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, meski tujuan mereka baik, tapi ekses dari
penyampaian kisah-kisah tersebut sebenarnya adalah memalingkan manusia dari Al
Quran dan sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah kita tidak tahu
bahwa Allah ta’ala mengingatkan kita untuk mempergunakan Al Quran ketika
mendakwahi?!
Banyak
ayat-ayat Allah yang mensiyalir akan hal itu. Allah ta’ala berfirman,
فَذَكِّرْ
بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ (٤٥)
Maka beri
peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku. (Qaaf: 45).
فَلا تُطِعِ
الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا (٥٢)
Maka
janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al Quran dengan Jihad yang besar. (Al Furqan: 52).
إِنَّمَا أُمِرْتُ
أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ
وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ (٩١)وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ
فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا
أَنَا مِنَ الْمُنْذِرِينَ (٩٢)
Aku hanya
diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya
suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku
termasuk orang-orang yang beragama Islam. Dan supaya aku membacakan Al Quran
(kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk, sesungguhnya ia
hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat
maka katakanlah: “Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang
pemberi peringatan. (An Naml: 91-92).
Saudaraku,
sidang pembaca yang dirahmati Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya banyak
menyampaikan kisah-kisah ketika berdakwah merupakan perkara baru yang tidak
berdalil!! Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwasanya beliau
mengatakan,
لم يُقَص – بضم الياء
وفتح القاف – على عهد النبي صلى الله عليه وسلم ولا عهد أبي بكر ولا عهد عمر ولا
عهد عثمان إنما كان القصص حيث كانت الفتنة
“Kisah tidak
pernah disampaikan di zaman Abu Bakr, tidakpula di zaman ‘Umar dan ‘Utsman.
Kisah hanya disampaikan ketika fitnah tersulut.”[1]
Mengapa
Berdakwah dengan Dongeng?
Saudaraku
tercinta, sidang pembaca yang dimuliakan Allah. Pertanyaannya, apakah motif
yang mendorong para da’i mengganti ayat-ayat Al Quran dan hadits nabi dengan
membawakan kisah-kisah ketika berdakwah? Berikut beberapa motif yang
mengakibatkan hal tersebut.
* Minimnya
kemampuan para da’i dalam berdalil dengan ayat Al Quran dan hadits nabi yang
shahih.
Anda dapat
melihat para da’i tersebut, imma mereka tidak mampu menghafalnya atau tidak
mampu bagaimana berdalil dengannya (beristidlal)! ‘Umar ibnul Khaththab
radhiallahu ‘anhu pernah membicarakan perihal mereka,
«أعيتهم الاحاديث أن يحفظوها….»
Hadits-hadits
melemahkan mereka sehingga mereka tidak mampu menghafalnya.[2]
Ketahuilah
mereka tidak mampu menghafalnya karena Al Quran sangat berat dan agung
sebagaimana firman-Nya,
إِنَّا سَنُلْقِي
عَلَيْكَ قَوْلا ثَقِيلا (٥)
Sesungguhnya
Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (Al Muzammil: 5).
Demikianlah
para da’i tukang dongeng, mereka tidak mampu memikulnya, karena harus dihafal
dan ditilawahi dengan benar, tidak hanya itu, juga harus digunakan sebagai
dalil dengan metode yang tepat. Berbeda dengan kisah yang sering mereka
bawakan, jika kisah-kisah tersebut direkayasa sedemikian rupa, mereka berpikir
siapa kiranya yang akan mengoreksi mereka ?
* Ingin
tenar dan menarik perhatian manusia.
Sahabat
Tamim ad Daari pernah berkata kepada ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhuma,
دعنى ادع الله وأقص
واذكَّر الناس
Biarkan
saya, saya berdo’a kepada Allah, membawakan kisah dan mengingatkan manusia.
‘Umar
menolak dan tatkala Tamim ad Daari mengulangi permintaannya, ‘Umar menjawab,
أنت تريد أن تقول انا
تميم الداري فاعرفوني!!
Saya tidak
akan mengijinkanmu, karena engkau ingin mengatakan kepada manusia, Wahai
manusia, saya Tamim ad Daari, kenalilah diriku!![3]
Abul Fadhl
Al ‘Iraqi rahimahullah mengatakan,
فانظر توقف عمر في
اذنه في حق رجل من الصحابة يعني تميماً الداري الذين كل واحد منهم عدل مؤتمن واين
مثل تميم في التابعين ومن بعدهم؟
Lihatlah
bagaimana ‘Umar tidak mengijinkan seorang sahabat, Tamim ad Daari, padahal
status setiap sahabat adalah adil dan tepercaya. Bagaimana kiranya dengan
tabi’in dan generasi setelahnya?![4]
* Memenuhi
pesan sponsor dan keinginan mayoritas orang awam
Jiwa yang
lemah gemar akan kisah dan hikayat karena kelemahannya untuk menerima nasehat,
peringatan, perintah dan larangan yang berlandaskan dalil, apatah lagi
diharapkan untuk mengenal halal dan haram. Tatkala para da’i pendongeng takjub
akan kuantitas khalayak yang memperhatikan, maka mereka pun beranggapan
alangkah baiknya pada momen tersebut menambah kisah-kisah aneh yang lain!!
Tatkala
disebutkan perihal Maimun, seorang pendongeng, Abul Malih rahimahullah
mengatakan,
لا يخطئ القاص
ثلاثاً: إما ان يُسَمِّنَ قوله بما يَهْزُل دينه واما ان يعجب بنفسه واما ان يأمر
بما لا يفعل
Tiga hal
yang benar terdapat dalam diri seorang pendongeng, yaitu dia memperbanyak
perkataannya dengan sesuatu yang mengerdilkan agamanya; takjub akan diri
sendiri; dan memerintah manusia untuk mengerjakan sesuatu yang justru tidak
dilakukannya.[5]
* Tipudaya
setan
Benar, setan
telah menghias-hiasi metode ini sehingga para da’i tertarik. Anda dapat
menjumpai para da’i yang menggunakan metode ini menyebarluaskan semua kisah
aneh yang dipenuhi kebatilan karena terkesan akan kisah tersebut. Akhirnya
mereka dengan mudah berdusta, bahkan dengan tindakan tersebut mereka dapat
digolongkan sebagai manusia yang paling pendusta! As Suyuthi rahimahullah dalam
kitabnya Tahdzirul Khawwash, telah menyebutkan beberapa golongan pendusta
tersebut. Beliau mengatakan,
قال الامام احمد بن
حنبل رحمه الله تعالى: «اكذب الناس القصاص والسُّؤَال» – بضم السين وفتح الهمزة
مشددة – أي الذين يسألون الناس اموالهم فيخترعون القصص ليتصدقوا عليهم
Imam Ahmad
in Hambal rahimahullah mengatakan, “Manusia pendusta yang paling parah adalah
tukang dongeng dan pengemis. Mereka itulah golongan yang meminta-minta harta
manusia dengan merekayasa berbagai kisah agar diberi sedekah[6].”[7]
Kerusakan
yang Ditimbulkan
Banyak
sekali dampak negatif yang timbul dari perbuatan da’i-da’i yang menjadikan
hikayat sebagai bahan dakwahnya. Diantaranya adalah:
* Dengan
berbagai kisah dan hikayah tersebut, para da’i tukang dongeng justru
memalingkan kaum muslimin untuk membaca, mentadabburi, memetik ilmu, nasihat,
dan petunjuk dari Al Quran dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
* Membiasakan orang awam dengan perbuatan rekayasa, kedustaan, tidak bersikap tatsabbut (cek dan ricek), kisah yang berlebih-lebihan dan penuh khayalan yang menjerumuskan.
* Memalingkan perhatian manusia kepada para da’i tukang dongeng dan justru lari dari para ulama dan da’i yang kredibel dan kapabel. Anda dapat melihat bahwa saat ini masyarakat awam lebih senang duduk di majelis da’i-da’i tukang dongeng daripada duduk di majelis ilmu ilmiah yang dibawakan para ulama.
* Menipu mayoritas manusia karena mengira da’i tukang dongeng tersebut memiliki ilmu dan layak diminta fatwanya. Akhirnya mereka pun bertanya mengenai problematika kehidupan dan meminta fatwa kepada mereka, dan seringkali para da’i tersebut berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka pun sesat lagi menyesatkan.
* Seringkali para da’i tukang dongeng menyampaikan berbagai kisah dan dongeng dengan berpegang pada hadits-hadits palsu dan lemah. Padahal, perbuatan ini merupakan dosa besar.
* Memalingkan manusia dari kisah-kisah yang tertera dalam Al Quran, yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai kisah terbaik. Allah ta’ala berfirman,
* Membiasakan orang awam dengan perbuatan rekayasa, kedustaan, tidak bersikap tatsabbut (cek dan ricek), kisah yang berlebih-lebihan dan penuh khayalan yang menjerumuskan.
* Memalingkan perhatian manusia kepada para da’i tukang dongeng dan justru lari dari para ulama dan da’i yang kredibel dan kapabel. Anda dapat melihat bahwa saat ini masyarakat awam lebih senang duduk di majelis da’i-da’i tukang dongeng daripada duduk di majelis ilmu ilmiah yang dibawakan para ulama.
* Menipu mayoritas manusia karena mengira da’i tukang dongeng tersebut memiliki ilmu dan layak diminta fatwanya. Akhirnya mereka pun bertanya mengenai problematika kehidupan dan meminta fatwa kepada mereka, dan seringkali para da’i tersebut berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka pun sesat lagi menyesatkan.
* Seringkali para da’i tukang dongeng menyampaikan berbagai kisah dan dongeng dengan berpegang pada hadits-hadits palsu dan lemah. Padahal, perbuatan ini merupakan dosa besar.
* Memalingkan manusia dari kisah-kisah yang tertera dalam Al Quran, yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai kisah terbaik. Allah ta’ala berfirman,
نَحْنُ نَقُصُّ
عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ
كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ (٣)
Kami
menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini
kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk
orang-orang yang belum mengetahui. (Yusuf: 3).
* Kerusakan
terbesar yang diperbuat oleh para da’i tersebut adalah sikap mereka terhadap
kisah para nabi. Dengan gampangnya mereka memberi tambahan cerita sehingga
menyifati para nabi dengan berbagai sifat yang tidak pantas.
* Terkadang para da’i tersebut menyampaikan berbagai kejadian fitnah yang terjadi di antara para sahabat ridwanullahi ‘alaihim ajma’in. Tidak sedikit mereka mencaci dan melanggar kehormatan para sahabat, padahal kewajiban kita kaum muslimin untuk menahan diri, tidak berkomentar negatif mengenai segala fitnah yang terjadi di antara para sahabat.
* Terkadang para da’i tersebut menyampaikan berbagai kejadian fitnah yang terjadi di antara para sahabat ridwanullahi ‘alaihim ajma’in. Tidak sedikit mereka mencaci dan melanggar kehormatan para sahabat, padahal kewajiban kita kaum muslimin untuk menahan diri, tidak berkomentar negatif mengenai segala fitnah yang terjadi di antara para sahabat.
Akhir kata
Saudaraku,
anda telah mengetahui bahwa sebenarnya para da’i pendongeng tersebut justru
berbuat buruk terhadap Islam. Bahaya yang ditimbulkan teramat besar bagi kaum
muslimin. Maka kita berkewajiban memegang teguh Al Quran dan hadits, memotivasi
kaum muslimin yang lain untuk memperhatikan para ulama rabbani, mendorng mereka
untuk menuntut ilmi, dan bukan memalingkan pandangan kepada para da’i
pendongeng tersebut. Kita wajib waspada terhadap da’i-da’i pendongeng dan
memperingatkan umat akan dampak yang ditimbulkan oleh mereka.
Hanya kepada
Allah semata kami memohon untuk memberikan taufik-Nya agar kaum muslimin mampu
melaksanakan segala perbuatan yang mendatangkan kebaikan bagi diri mereka.
Walhamdu lillahi rabbil ‘alamin.
Diterjemahkan
dari artikel Dr. Salim ath Thawil, “Dzammul Qashshashin” dengan beberapa
penyesuaian.
Penerjemah:
Muhammad Nur Ichwan Muslim
No comments:
Post a Comment