Sunday, September 9, 2012

Hukum Mencukur Dan Memelihara Janggut



Para ‘ulama berbeza pendapat mengenai hukum memotong sebahagian janggut. Sebahagian besar ‘ulama memakruhkan, sebahagian lagi membolehkannya (lihat Ibn ‘Abd al-Barr, al-Tamhîd, juz 24, hal. 145). Salah seorang ‘ulama yang membolehkan memotong sebahagian janggot adalah Imam Malik, sedangkan yang memakruhkan adalah Qadliy ‘Iyadl.

Untuk menarik hukum mencukur janggot dan memelihara janggot harus diketengahkan terlebih dahulu hadits-hadits yang berbicara tentang pemeliharaan janggot dan mencukur janggot. Berikut ini adalah riwayat-riwayat yang berbicara tentang masalah pemeliharaan janggot.
Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
Berbezalah kalian dengan orang-orang musyrik, panjangkanlah janggot dan pendekkanlah kumis. Adalah Ibnu ‘Umar, jika ia menunaikan haji atau umrah, maka ia menggenggam janggotnya, dan memotong selebihannya.

Imam Muslim juga meriwayatkan hadits yang isinya senada dengan riwayat Imam Bukhari dari Ibnu ‘Umar, namun dengan menggunakan redaksi yang lain:
Berbezalah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah janggot.

Riwayat-riwayat sama juga diketengahkan oleh Abu Dawud, dan lain sebagainya. Imam An-Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan, bahwa dhahir hadits di atas adalah perintah untuk memanjangkan janggot, atau membiarkan janggot tumbuh panjang seperti apa adanya. Qadliy Iyadl menyatakan:
“Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeza pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.

Imam Malik memakruhkan janggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang janggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruh kan memangkas janggot, kecuali semasa haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).

Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeza pendapat dalam menentukan panjang janggot yang harus dipotong. Sebahagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepatutnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur janggot, hingga panjangnya sesuai dan tidak merendahkan dirinya.

Dari ‘Atha dan ‘ulama-‘ulama lain, dikatakan bahwasanya larangan mencukur dan menipiskan janggot dikaitkan dengan tasyabbuh, atau menyerupai perbuatan orang-orang kafir yang masa itu biasa memangkas janggot dan membiarkan kumis. Pendapat ini dipilih oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Sedangkan Imam An-Nawawi menyatakan, bahwa yang lebih tepat adalah membiarkan janggot tersebut tumbuh apa adanya, tidak dipangkas maupun dikurangi (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).

Pendapat Imam An-Nawawi ini disanggah oleh Imam Al-Bajiy. Beliau menyatakan, bahawa yang dimaksud dengan memanjangkan janggot adalah bukan membiarkan janggot panjang seluruhnya, akan tetapi sebahagian janggot saja. Sebab, jika janggot telah tumbuh lebat lebih utama untuk dipangkas sebahagiannya, dan disunnahkan panjangnya serasi. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Amru bin Syu’aib, dari bapaknya dari datuknya, bahwasanya Rasulullah Saw memangkas sebahagian dari janggotnya, hingga panjangnya sama.

Diriwayatkan juga, bahwa Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar memangkas janggot jika panjangnya telah melebihi genggaman tangan. Ini menunjukkan, bahwasanya janggot tidak dibiarkan memanjang begitu saja –sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi–, akan tetapi boleh saja dipangkas, asalkan tidak sampai habis, atau dipangkas bertingkat-tingkat (Imam Zarqâniy, Syarah Zarqâniy, juz 4, hal. 426).

Al-Thaiyyibiy melarang mencukur janggot seperti orang-orang A’jam (non muslim) dan menyambung janggot seperti ekor keledai. Al-Hafidz Ibnu Hajar melarang mencukur janggot hingga habis (Ibid, juz 4, hal. 426).

Kami berpendapat bahwa memangkas sebagian janggot hukumnya adalah mubah/harus. Sedangkan mencukurnya hingga habis hukumnya adalah makruh tidak sampai ke derajat haram. Adapun hukum memeliharanya adalah sunnah (mandub). [Syamsuddin Ramadhan]

No comments:

Post a Comment