Kisah Bal’am
dan wabah Tha’un
Suatu hari Nabi Musa AS dan puluhan ribu orang Bani Israil
singgah di Kan’an, salah satu wilayah di Syam-Syiria. Melihat kedatangan
mereka, segeralah warga Kan’an mengadukan mereka kepada Bal’am, seorang tokoh
yang sangat disegani. “Orang ini adalah Musa bin Imran yang memimpin Bani
Israil. Dia datang untuk mengusir kami lalu menempati negeri kami padahal kami
tidak memiliki tempat tinggal. Engkau adalah orang yang doanya makbul, maka
doakanlah mereka dengan keburukan”. Kata warga Kan’an.
Mendengar itu justru Bal’am marah. “Celakalah kamu. Yang
bersama Nabi الله itu adalah
para malaikat dan orang-orang yang beriman. Bagaimana mungkin aku mendoakan
mereka dengan nasib buruk padahal aku mengetahui dari الله apa yang aku
ketahui “. Katanya. Karena mereka terus membujuk, akhirnya Bal’am terpengaruh
juga. Maka Bal’am pun mengendarai keledainya menuju gunung Husban, tempat
tinggal Nabi Musa AS berkemah. Namun belum jauh berjalan, keledainya berhenti.
Mungkin karena kelelahan, maka iapun turun dan beristirahat sejenak. Tak lama
kemudian ia melanjutkan perjalanan. Tetapi belum jauh berjalan, keledainya
berhenti lagi. Anehnya dengan izin الله keledai itu
dapat berbicara.
“Celakalah kamu wahai Bal’am, hendak pergi ke mana kamu ?,
apakah kamu tidak melihat para malaikat di depanku yang memalingkan wajahnya ?,
apakah kamu hendak menemui Nabi الله dan
orang-orang mukmin untuk mendoakan dengan sesuatu yang buruk?” kata keledai.
Tetapi karena telah dikuasai hawa nafsu, Bal’am tidak
menghiraukan perkataan keladai tersebut, bahka ia semakin kuat memukul hewan
tunggangan itu. Akhirnya dengan terpaksa keledai itu menuruti perintah tuannya,
berjalan sampai di puncak gunung Husban.
Sesampai di puncak gunung itu serta merta Bal’am pun
mendoakan sesuatu yang buruk untuk Nabi Musa AS dan kaumnya. Akan tetapi ketika
ia memulai doanya, اللهSWT mengubah gerakan-gerakan
lidahnya, sehingga yang keluar dari mulunya adalah doa yang sangat baik untuk
Nabi Musa AS dan kaumnya, dan mendoakan sesuatu yang buruk untuk kaum Kan’an.
Mendengar hal itu kaum Kan’an kaget . “Hai Bal’am, apa yang
kamu lakukan ?, kamu telah mendoakan dengan sesuatu yang baik kepada mereka dan
mendoakan sesuatu yang buruk untuk kami ?”kata mereka.
“Sesungguhnya doa yang keluar dari mulutku tadi bukan karena
kemauanku akan tetapi kekuasaan dan kehendak اللهSWT yang sama
sekali tidak aku sadari”. Jawab Bal’am. Kemudian Bal’am berkata lagi kepada
kaumnya,”Kalau begitu aku akan membuat tipu daya dan muslihat dikalangan Bani
Israil”.
Maka dikumpulkanlah beberapa wanita cantik, mereka diberi
pakaian yang indah dengan perhiasan dan wewangian. Dengan dibekali beberapa
barang dagangan yang menarik, mereka dikirim ke perkemahan Nabi Musa AS.
“Suruh mereka menuruti keiinginan orang-orang yang ingin
berzina, agar mereka semua celaka”. Kata Bal’am kepada kaumnya.
Tak lama kemudian, para wanita cantik itu tiba di perkemahan
Nabi Musa AS. Salah seorang diantara mereka adalah Kasbi binti Suar, berjalan
di depan kemah Zamri bin Syalum. Maka kepala suku Syam’un itupun terpesona
hatinya lalu membawa Kasbi menghadap Nabi Mus AS.
“Mungkin Tuan akan mengatakan bahwa wanita ini adalah haram
bagiku, karena itu Tuan melarangku untuk mendekatinya”. Kata Zamri.
“Benar, wanita ini diharamkan bagimu, jangan dekati dia”.
Jawab Nabi Musa AS.
“Demi الله , pada
masalah yang satu ini aku tidak akan menta’atimu”. Kata Zamri. Segera setelah
itu ia membawa wanita tersebut ke dalam kemahnya. Dan terjadilah apa yang
diperkirakan oleh Bal’am.
Tak lama kemudian الله SWT
menurunkan wabah Tha’un (kolera) di kalangan Bani Israil. Ketika penyakit itu
mewabah, Fanhash bin Al-Aizar bin Harun, sahabat Nabi Musa AS sedang pergi.
Saat kembali ke perkemahan dan mendengar mewabahnya penyakit Tha’un
tersebut, ia segera mengambil sebilah tombak lalu menyergap Zamri dan membawa
keluar lelaki dan perempuan itu dari kemah.
Sungguh ajaib, setelah itu penyakit Tha’un yang menewaskan
lebih dari 70.000 orang Bani Israil, segera hilang lenyap. Di dalam Al-Qur’an,
kisah tentang Bal’am bin Wara’ tersebut terekam dalam Surah Al-A’raf 175-177
sebagai pelajaran bagi umat. Tiga ayat itu dimaksudkan sebagai perumpamaan
mengenai orang yang telah dianugerahi ilmu oleh الله SWT tetapi
tidak mengamalkannya dan sebaliknya malah menyimpang dari nikmat yang
diberikan.
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah agar
orang – orang yang berilmu mau berhati-hati, takut kepada الله dalam
menggunakan ilmunya, dan mengamalkannya untuk mencapai ketinggian derajat,
kemuliaan serta bermanfaat bagi orang lain bukan untuk merendahkan derajat
kemanusiaan.
No comments:
Post a Comment