Friday, May 3, 2013

Mengadu Domba Sesama Muslim



Pengertian Namimah

Secara etimologi, dalam bahasa Arab, namimah bermakna suara pelan atau gerakan.
Secara istilah pada dasarnya namimah adalah menceritakan perkataan seseorang kepada orang yang menjadi bahan pembicaraan. Namun bentuk namimah tidak harus seperti itu. Tolak ukur namimah adalah setiap pembeberan perkara yang tidak disukai untuk diungkapkan, baik yang tidak suka itu orang yang menjadi sumber berita atau orang yang diberi tahu atau yang lain, baik isi berita berupa ucapan ataupun perbuatan, baik isi pembicaraan itu sebuah aib ataukah bukan.

قَالَ الْعُلَمَاء : النَّمِيمَة نَقْل كَلَامِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ إِلَى بَعْضٍ عَلَى جِهَةِ الْإِفْسَادِ بَيْنهمْ .
Sedangkan an Nawawi mengatakan bahwa para ulama mendefinisikan namimah dengan menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim 1/214, Syamilah).

Keharaman Namimah

Namimah adalah suatu yang diharamkan berdasarkan al Qur’an, sunnah dan kesepakatan seluruh umat Islam.

Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (12)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS al Qalam:10-12).

عَنْ هَمَّامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ حُذَيْفَةَ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ رَجُلاً يَرْفَعُ الْحَدِيثَ إِلَى عُثْمَانَ . فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ »
Dari Hammam, Kami sedang duduk-duduk bersama Hudzaifah lalu ada yang berkata kepada Hudzaifah, “Sungguh ada orang yang melaporkan perkataan orang lain kepada Khalifah Utsman”. Hudzaifah lantas berkata, aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Qattat itu tidak akan masuk surga” (HR Bukhari no 5709 dan Muslim no 304).

عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلاً يَنِمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ ».
Dari Hudzaifah, beliau mendapatkan laporan tentang adanya seseorang yang suka melakukan namimah maka beliau mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda, “Nammam (orang yang melakukan namimah) itu tidak akan masuk surga” (HR Muslim no 303).
Namam adalah orang yang mendengar langsung sebuah berita kemudian menyampaikannya. Sedangkan qattat adalah orang yang mendengar berita dari sumber yang tidak jelas kemudian menyampaikannya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِنَّ مُحَمَّدًا -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِىَ النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ ».
Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah ku beritahukan kepada kalian apa itu al’adhhu? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia” (HR Muslim no 6802).

Ibnu Abdil Barr menyebutan dari Yahya bin Abi Katsir bahwa beliau mengatakan,
“Tukang mengadu domba dan tukang bohong dalam waktu sesaat itu bisa merusak masyarakat yang jika dilakukan tukang sihir memerlukan waktu setahun”.

Abul Khattab dalam ‘Uyun al Masail mengatakan,

“Termasuk sihir adalah melakukan namimah dan merusak hubungan di antara manusia” [Fathul Majid Syarh Kitab at Tauhid hal 350, terbitan Dar al Fikr Beirut].
Namimah termasuk sihir karena memiliki kesamaan dalam hal mampu memecah belah manusia, merubah hati dua orang yang semula saling mencintai dan juga dalam kemampuan menimbulkan kejahatan.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِى قُبُورِهِمَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ » ، ثُمَّ قَالَ « بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ » .
Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Memang masalah mereka adalah dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan namimah” (HR Bukhari no 213)

Setiap orang yang diadu domba dengan ada orang yang mengatakan kepada dirinya, “Si A telah mencelamu atau telah melakukan demikian dan demikian untuk menyakitimu” itu memiliki kewajiban untuk melakukan enam hal berikut ini.

1. Tidak langsung menerima ucapan orang itu karena tukang adu domba adalah orang fasik yang omongannya tidak boleh dipercaya.
2. Melarangnya melakukan perbuatan tersebut, memberikan nasehat dan mencela perbuatannya.
3. Membencinya karena Allah. Hal ini disebabkan dia adalah orang yang Allah benci. Sedangkan membenci orang yang Allah benci adalah suatu kewajiban.
4. Tidak berburuk sangka kepada si A.
5. Tidak boleh mengintai-mengtai dan mencari-cari kebenaran berita yang baru saja dia terima.
6. Namimah yang dia dengar tidak boleh menyebabkannya membalas dengan namimah pula. Dia tidak rela dengan namimah yang dilakukan oleh tukang adu domba itu. Karenanya seharusnya dia tidak menceritakan namimah yang dilakukan oleh tukang adu domba tersebut. Misalnya dengan mengatakan, “Si B bercerita bahwa si A berkata demikian dan demikian”. Jika hal ini dia lakukan berarti dia juga menjadi tukang adu domba dan sama saja melakukan perkara yang dia larang sendiri.

Namimah yang diperbolehkan
Jika namimah dilakukan karena suatu keperluan maka hukumnya diperbolehkan.
Sebagai contoh ada orang yang memberitahu si B bahwa si A akan membunuhnya, salah satu anggota keluarga atau hendak merampas hartanya.

Contoh yang lain adalah orang yang melapor kepada pemerintah atau pihak yang berwenang dengan mengatakan bahwa ada seseorang yang telah melakukan suatu tindakan yang berbahaya dan menjadi kewajiban penguasa untuk menangani dan menumpasnya. Semua perkara ini hukumnya tidaklah haram. Begitu pula perkara-perkara serupa bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib atau sunnah tergantung situasi dan kondisi.

Penyampaian berita yang tercela adalah jika bertujuan untuk merusak hubungan. Sedangkan orang yang bermaksud baik dengan perkataan yang apa adanya dan berusaha untuk tidak menyakiti pihak manapun maka hukumnya tidaklah mengapa. Namun sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan untuk bisa membedakan namimah yang dibolehkan dengan namimah yang terlarang. Oleh karena itu, jalan selamat bagi orang yang belum bisa membedaan dua hal ini adalah dengan diam.

Samakah Ghibah dan Namimah

Terdapat perbedaan pendapat tentang apakah ghibah (menggunjing) itu sama dengan namimah ataukah kedua istilah tersebut adalah dua hal yang berbeda. Pendapat yang paling kuat dua istilah tersebut berbeda. Di satu sisi, namimah itu lebih luas dibandingkan ghibah. Di sisi lain, ghibah itu lebih luas dari pada namimah. Namimah adalah menceritakan perkataan atau perbuatan A kepada B dengan tujuan merusak hubungan baik di antara kedua. Cerita ini diceritakan tanpa kerelaan A baik A tahu ataukah tidak tahu.
Sedangkan ghibah adalah menceritakan orang lain pada saat dia tidak ada mengenai hal-hal yang tidak dia sukai seandainya dicerita-ceritakan.
Ciri khas namimah adalah ada tujuan untuk merusak hubungan baik namun tidak disyaratkan orang yang menjadi objek pembicaraan tersebut tidak ada di tempat.
Ciri khas ghibah adalah objek yang dibicarakan tidak ada di tempat pembicaraan.
Selain hal di atas ghibah dengan namimah itu sama.[Lhat Fathul Bari Ibnu Hajar 17/216, Syamilah].

Mengadu domba..Ape hukumnya..

Dengan nama Allah, Segala puji bagi Allah, Selawat dan salam ke atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda

-semoga memberi iktibar kepada kita semua ye rakan2.. =)

Mengadu domba merupakan perbuatan yang boleh mengakibatkan persengketaan dan perbalahan antara dua belah pihak. Sikap suka menyampaikan cerita atau menyampaikan percakapan satu pihak kepada pihak yang lain dengan tujuan yang tidak baik sehingga menimbulkan perasaan tidak senang di hati pihak yang lain, dan akhirnya membawa kepada perselisihan faham antara kedua belah pihak adalah sama dengan menabur fitnah.

Dalam peristiwa Isra‘ dan Mi‘raj, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyaksikan segolongan lelaki dan wanita yang memotong satu potongan daging daripada salah seorang dari mereka. Kemudian mereka meletakkan potongan daging tersebut pada mulut salah seorang dari mereka dan berkata kepadanya: “Makanlah sepertimana yang aku makan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril ‘alaihisalam menjawab: “Mereka inilah pengumpat, pencela serta pengadu domba”.

Mengadu domba adalah maksud dari perkataan Arab an-namimah. An-namimah berasal dari perkataan an-namma yang bererti mengeluarkan berita dengan tujuan menghasut.

Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiah al-Muyassarah, an-namimah bermaksud memindahkan atau menyampaikan berita pada orang lain dengan tujuan yang tidak baik.

Menurut Imam al-Ghazzali Rahimahullah, perkataan an-namimah pada kebanyakan pendapat adalah menyampaikan percakapan orang lain kepada orang yang dikatakan . Contoh: Seseorang berkata kepada seseorang yang lain “ Si Fulan mengatakan tentang engkau begini begini”.

Contoh ucapan atau kata-kata lain yang menggambarkan tentang perbuatan mengadu domba, antaranya: “Dia melakukan begini terhadap hakmu”, “dia merancang untuk merosakkan urusan kamu”, “dia merancang untuk membantu musuh kamu” atau “dia memburuk-burukkan tentang hal dirimu”.

Hukum Mengadu Domba

Ulama bersepakat bahawa mengadu domba termasuk antara dosa-dosa besar . Imam al-Ghazzali Rahimahullah menyatakan bahawa mengadu domba adalah dilarang kerana ianya mendedahkan sesuatu perkara yang tidak boleh didedahkan samada perkara itu tidak disukai oleh orang yang mengatakannya atau orang yang mendengarnya atau tidak disukai oleh orang yang ketiga (orang yang dikatakan).


Perbuatan yang dianggap mendedahkan sesuatu perkara itu adalah samada dengan kata-kata atau dengan tulisan atau dengan isyarat atau dengan gerak-geri, samada yang disampaikan itu daripada perbuatan atau percakapan, samada ianya tentang keaiban atau kekurangan pada diri orang yang dikatakan.


Walau bagaimanapun jika dengan menceritakan sesuatu perkara itu mendatangkan faedah kepada orang Islam atau dapat mencegah daripada berlakunya maksiat, maka tidaklah menjadi kesalahan jika dimaklumkan kepada yang lain. Contohnya: jika dia melihat seseorang mengambil harta orang lain, maka hendaklah dia menjadi saksi bagi melindungi hak orang yang empunya harta tersebut. Namun jika tujuan sebaliknya, perkara menceritakan hal atau percakapan orang lain dianggap sebagai mengadu domba.

Balasan Mengadu Domba

Mengadu domba merupakan salah satu daripada dosa-dosa besar kerana perbuatan ini akan mengakibatkan perkelahian antara dua belah pihak. Maka oleh kerana itu Allah Subhanahu wa Taala telah menjanjikan balasan azab yang pedih kepada golongan pengadu domba.

1. Firman Allah Subhanahu wa Taala yang menggambarkan tentang kecelakaan dan penghinaan bagi pengadu domba:

Tafsirnya: “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pencaci dan pengeji.”

(Surah Humazah: 1)

Penghinaan, azab serta kebinasaan dari Allah Subhanahu wa Taala bagi golongan pencaci dan pengeji. Pencaci dan pengeji menurut Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu: orang yang suka mengadu domba, merosakkan kasih sayang (sesama manusia) dan penzalim yang membuka keaiban (orang lain).

2. Firman Allah Subhanahu wa Taala lagi:

Tafsirnya: “Yang suka mencaci lagi yang suka menyebarkan fitnah hasutan (untuk menjahilkan orang ramai).”

(Surah al-Qalam: 11-13)

Maksud ayat di atas ialah golongan yang suka mencaci dan menyebarkan fitnah untuk merosakkan orang lain dan ini tergolong di dalam perbuatan mengadu domba. Golongan ini tidak akan memasuki syurga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Huzaifah Radhiallahu ‘anhu, bahawa beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

Maksudnya: “Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba”

(Hadis riwayat Muslim)
3. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma, bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berjalan pada suatu tempat lalu mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya.

Maksudnya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dua orang (yang berada dalam kubur ini) disiksa, tapi bukan disiksa kerana melakukan dosa besar.”

Baginda Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Ya, salah seorang daripada keduanya itu tidak bersuci dengan bersih setelah berkencing, sementara yang satu pula berjalan (di kalangan manusia) dengan mengadu domba”.”

(Hadis riwayat al-Bukhari)

Bedasarkan al-Qur’an dan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, mengadu domba itu adalah haram dan neraka adalah tempat mereka sebagai balasan daripada Allah Subhanahu wa Taala. Adalah menjadi kewajipan kita untuk tidak melakukan perbuatan tersebut dan menolak jika di datangi oleh golongan yang suka melakukan sedemikian.

Peliharalah lidah daripada melakukan perkara-perkara yang ditegah oleh syariat, seperti mengadu domba atau menyebar fitnah kerana ia merosakkan perhubungan sesama insan. Takutlah terhadap balasan mengadu domba itu. Balasannya adalah api neraka sebagaimana yang diperlihatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam pada malam Isra‘ dan Mi‘raj.

note: dosa mengumpat satu. dosa mengadu domba lebih lagi. jadi baik berdiam diri memelihara iman. ingatan untuk saya dan rakan-rakan. =)

No comments:

Post a Comment